BLT Minyak Goreng Rp300 Ribu, Solusi yang Tidak Adil Bagi Masyarakat?

- 6 April 2022, 13:13 WIB
BLT Minyak Goreng Rp300 ribu
BLT Minyak Goreng Rp300 ribu /

KABAR TEGAL - Awal April lalu pemerintah resmi mengumumkan BLT minyak goreng demi memberikan solusi kepada masyarakat karena lonjakan harga minyak goreng yang mencekik ekonomi masyarakat.

BLT minyak goeng Rp300 ribu akan cair bulan ini kepada keluarga penerima sasaran. Cukup menarik dan terlihat melegakan masyarakat yang menerima BLT, pasalnya bantuan yang sejatinya diberikan selama 3 bulan kedepan langsung dicairkan dalam satu waktu. 

Tidak hanya itu, berdasarkan data Kementerian Sosial kuota penerima BLT minyak goreng yaitu 20,5 juta terdiri atas 18,8 juta keluarga penerima BPNT dan 1,85 juta untuk keluarga penerima PKH tapi tidak menerima sembako.

Baca Juga: Zelenskyy Tuduh Rusia ingin Jadikan Ukraina Sebagai Budak Bisu

Sebenarnya BLT minyak goreng Rp300 ribu merupakan solusi yang tepat atau justru tidak adil bagi masyarakat? Mari simak beberapa data berikut.

Diketahui masyarakat di seluruh Indonesia, baik penerima BLT minyak goreng Rp300 ribu bahkan yang tidak menerima hanya membutuhkan satu solusi yakni penurunan harga minyak goreng. 

Siapa saja yang menerima BLT minyak goreng Rp300 ribu

  1. Keluarga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
  2. Program Keluarga Harapan (PKH)
  3. Pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan

Soal BLT minyak goreng Rp300 ribu siapa yang merasa diuntungkan? 

Wajib diketahui, kompensasi BLT sebenarnya tidak hanya untuk minyak goreng, tetapi juga pangan secara umum. Jadi, BLT sembako bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pangan lainnya seperti beras, bergantung kebutuhan warga.

Masalahnya pencarian BLT minyak goreng berbarengan dengan BPNT Kemensos yang berjumlah Rp200.000 setiap bulan, masyarakat nantinya akan menerima bantuan Rp500.000 pada April 2022.

Pemerintah sepertinya sangat yakin bahwa BLT minyak goreng Rp300 ribu menjadi jawaban paling solutif di tengah teriakan masyarat yang tidak tahan dengan lonjakan harga minyak goreng.

Padahal, beberapa pengamat mengatakan bahwa BLT tidak akan efektif mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Baca Juga: Kumpulan Bahasa Jaksel, Ikuti Tren Filter Kamus ABG Jaksel : 'Seberapa Jaksel Lu?' di TikTok

Justru BLT disinyalir membuat warga semakin miskin dan malas bekerja karena hanya mengharap bantuan.

Tidak adilnya sarat akan ketimpangan, apalagi sering terjadi salah sasaran dalam penyalurannya.  

Lebih lanjut dana BLT hanya akan digunakan oleh masyarakat dalam hitungan hari. Hari berikutnya harga minyak goreng masih sama. Dampak yang dirasakan masyarakat tidak teratasi.

Apa sbenarnya yang diharapkan masyarakat?

Harapan masyarakat sebenarnya adalah harga minyak goreng turun, harga sembako dan kebutuhan pangan lain stabil. 

Namun, ada cara yang bisa dilakukanpemerintah selain bagi-bagi BLT. Pemerintah dapat menciptakan sistem yang membuat warga bekerja keras dan kreatif dalam mencari penghasilan.

Istilahnya, pemerintah memberi kail atau umpan untuk mendorong mereka mampu bertahan hidup di tengah mahalnya harga bahan pokok dengan memberi modal kerja, bukan memberi ikannya. 

"Pemerintah itu seharusnya tidak memberikan BLT. Itu kebijakan malas saja dari pemerintah, karena tidak bisa memikirkan kebijakan lainnya. BLt itu beban buat negara," kata Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio.

Baca Juga: Mudik Hari Raya Idul Fitri 2022, Berikut Peraturan Baru Perjalanan Angkutan Udara Dalam Negeri, Harus Tes PCR

Solusi untuk minyak goreng

Pemerintah seharusnya fokus menyelesaikan masalah mafia dan distribusi yang berantakan. Saatnya pemerintah mampu mengontrol industri agar tidak memainkan harga seenaknya.

Indonesia adalah penghasil minyak sawit utama dunia. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi minyak sawit Indonesia pada 2018 dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) sebesar 40,6 juta ton dan minyak inti sawit (kernel palm oil) 8,1 juta ton.

Produksi itu berasal dari 14,3 juta hektare areal perkebunan kelapa sawit. Dengan luasan tersebut, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyatakan bahwa Indonesia menguasai 42,02 persen luas tanaman kelapa sawit di dunia.

Baca Juga: Ketahui Manfaat dan Keutamaan Melaksanakan Sholat Taraweh Malam ke 5 Ramadhan 1443 H Rabu 6 April 2022

Produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan produksi dengan rata-rata pertumbuhan produksi CPO sebesar 8,41 persen sepanjang periode 2010 hingga 2019. Namun di balik itu, ternyata banyak perkebunan sawit di Indonesia yang dimiliki investor luar seperti Malaysia dan Singapura.

Presiden sekaligus Founding Father Republik Indonesia, Soekarno, saat pendirian kampus Institut Pertanian Bogor pada 1952 mengatakan bahwa pangan merupakan hidup matinya suatu bangsa.

Apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi, akan terjadi malapetaka. Masalahnya, kita memiliki sumber pangan itu, tetapi hanya dikuasai oligarki, yang akhirnya membuat rakyat berada dalam malapetaka. ***

Editor: Meigitaria Sanita

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah