ICW Menilai Kemunduran KPK Akibat Hancurnya Integritas Para Pimpinan

11 Agustus 2021, 08:42 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi / kpk.go.id /

KABAR TEGAL - Berbagai polah tingkah para Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini dinilai menyebabkan kemunduran bagi lembaga antikorupsi tersebut.

Mulai dari polemik tes wawasan kebangsaan (TWK), tuntutan hukuman penjara koruptor Bansos Juliari Peter Batubara, hingga mandeknya penyelidikan keterlibatan Azis Syamsuddin dalam kasus suap Muhammad Syahrial.

Belum cukup sampai di situ, para pimpinan KPK kembali menyulut kemarahan publik dengan kembali mengeluarkan peraturan kontroversial.

Baca Juga: Untuk Sinkronisasi Data Terkait Warga Terpapar Covid -19 Digelar Rapat Koordinasi Teknis

Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 tahun 2021 yang ditandatangani pada 30 Juli 2021 tersebut mengatur terkait perjalanan dinas di lingkungan KPK.

Dalam peraturan baru itu, perjalanan dinas untuk kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya disebut ditanggung oleh pihak penyelenggara.

Lahirnya Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 tahun 2021 ini pun tidak luput dari perhatian Indonesia Corruption Watch (ICW).

Mereka menilai kebijakan ini membuka peluang berbagai pihak untuk merusak independensi KPK melalui pemberian fasilitas kepada pegawai.

Baca Juga: 34 TKA China Masuk Indonesia Ditengah PPKM, Mardani: Ada Apa dengan Pemerintah?

Padahal, pimpinan KPK pada periode-periode sebelumnya sangat menjaga agar tidak ada celah sedikit pun yang dapat mengganggu independensi dan bahkan dapat mendegradasi nilai-nilai integritas KPK baik secara kelembagaan maupun personalnya.

Selama ini, celah korupsi anggaran perjalanan dinas sebagaimana marak terjadi di instansi Pemerintah lain, ditutup dengan sistem at cost.

Pada saat itu, KPK menyadari bahwa pihak pengundang nantinya dapat menyajikan berbagai fasilitas, mulai dari penerbangan kelas bisnis, penginapan mewah, penyambutan, antar jemput, dan treatment lainnya.

Baca Juga: Soal Harun Masiku Tak Masuk Situs Interpol, Ini Penjelasan Polri

Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Sjafrina menuturkan hal itu dapat mengarah pada timbulnya kedekatan, hutang budi, hingga berpotensi gratifikasi dan konflik kepentingan.

Sayangnya, usaha Pimpinan KPK sebelumnya itu telah dirusak oleh Pimpinan KPK saat ini.

"Melalui peraturan Pimpinan KPK yang baru, Firli Bahuri dan Pimpinan KPK lainnya telah membuka kotak pandora yang selama ini berguna untuk melindungi KPK dari berbagai potensi penyimpangan, dengan menggelar karpet merah pemberian fasilitas perjalanan dinas oleh pihak penyelenggara," tuturnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari situs resmi ICW, Selasa, 10 Agustus 2021.

Baca Juga: Soal Kasus Camat, Sabilillah Ardie: Kami Menunggu Hasil Pemeriksaan dari Polres

Almas Sjafrina menambahkan bahwa hal ini akan menjadi kesempatan bagi berbagai pihak untuk mempengaruhi dan membangun kedekatan dengan pejabat atau staf KPK, baik itu pihak-pihak yang perkaranya tengah ditangani KPK ataupun tidak.

"Meski tidak mencakup perjalanan untuk melakukan penindakan, patut diantisipasi apabila upaya mempengaruhi KPK dilakukan melalui perantara yang menjadi penyelenggara kegiatan. Sesuatu yang sangat mudah dilakukan tentunya," katanya.

Selain itu, ICW juga turut mempertanyakan pernyataan dari Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang menyebutkan bahwa perjalanan dinas yang dibiayai oleh pihak lain ini tidak berlaku bagi pegawai bidang penindakan dan untuk pengundangan dari pihak swasta.

Baca Juga: Cara Download Serifikat Vaksinasi Covid-19 Melalui Pedulilindungi.id

"Jika dicermati lebih lanjut, pengecualian-pengecualian yang disampaikan oleh Ali Fikri tidak tertuang dalam peraturan tersebut," ujar Almas Sjafrina.

"Jika KPK menilai ada pihak lain yang seharusnya diundang oleh penyelenggara suatu kegiatan karena kapasitas atau latar belakangnya, KPK semestinya cukup menyarankan pengundang tanpa harus menugaskan kepada pihak lain tersebut," tutur Almas Sjafrina.

Tidak hanya itu, peraturan Pimpinan KPK ini juga kian menambah daftar panjang regulasi internal KPK yang penuh masalah.

Baca Juga: Usai Beraksi, Empat Perampok Pabrik Garmen di Kedungkelor Langsung Dibekuk Satreskrim Polres Tegal

Sebelum aturan ini, terdapat Perkom nomor 7 tahun 2020 yang menabrak Undang-Undang (UU) serta menggemukkan struktur birokrasi KPK.

Selain itu, ada juga PerPerKom nomor 1 tahun 2021 yang memasukkan klausula TWK sebagai syarat pengalihan status kepegawaian.

"Kemunduran KPK sebagai badan antikorupsi yang selama ini disegani oleh masyarakat semakin terlihat. Alih-alih berbagai peraturan itu mendorong reformasi kelembagaan, peraturan pimpinan KPK tentang perjalanan dinas menambah bobot kehancuran nilai-nilai integritas KPK." kata Almas Sjafrina.***

Editor: Lazarus Sandya Wella

Tags

Terkini

Terpopuler