Perangi Kelaparan, Indonesia Persiapkan Nuklir

- 30 November 2020, 12:17 WIB
Petani dan Pendiri Sanggar Rojo Lele Eksan Hartanto (kiri) dalam bincang podcast BeRISIK ANTARA mengungkapkan harapan akan adanya inovasi pertanian dari BATAN. ANTARA/Ichan/am.
Petani dan Pendiri Sanggar Rojo Lele Eksan Hartanto (kiri) dalam bincang podcast BeRISIK ANTARA mengungkapkan harapan akan adanya inovasi pertanian dari BATAN. ANTARA/Ichan/am. /

KABAR TEGAL - Mendengar nuklir, masyarakat awam akan memahami keterkaitan dengan senjata dan bahan peledak yang erat dikaitkan dengan bom. Selintas hal tersebut tidaklah salah, sebab selama ini banyak sejarah dari peperangan antar negara yang menjadikan nuklir sebagai aktor utama dalam peperangan dengan dampak kerusakan yang besar.

Namun, tidak hanya sampai pada pemahaman akan dampak nuklir terhadap kemajuan teknologi peperangan. Dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi, sebuah atom yang tidak memiliki inti ini dapat dimanfaatkan fungsinya untuk hal baik bagi manusia.

Pendayagunaan nuklir di tangan yang tepat dan dengan cara yang pas, maka banyak hal bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebut saja sektor kesehatan dan pangan, di mana dampak nyata sudah dirasakan dari banyak turunan produk dari nuklir.

Baca Juga: Pemdes Lumingser Salurkan BLT DD Tahap Tujuh Kepada 246 KPM

Atas landasan banyaknya manfaat tersebut, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Anhar Riza Antariksawan mengingatkan akan adanya manfaat nuklir untuk teknologi pangan dan kesehatan.

Manfaatnya banyak, misalnya dengan radiasi kita punya cara melihat apa yang ada di dalam tubuh kita, di mana dengan kasat mata tidak bisa. Rontgen thorax itu menggunakan nuklir, pakai radiasi, kata Anhar.

Meski sudah ada sejak lama dengan metode radiasi, namun belum banyak masyarakat memahami akan manfaat nuklir dengan cara yang tepat. Ia mengatakan rontgen terbukti mampu membantu dokter untuk memantau kesehatan tubuh seorang pasien dan dapat ditentukan langkah medis yang perlu secara akurat.

Baca Juga: Gubernur BI Dorong RI Menjadi Pemain Global Ekonomi Syariah

Contoh lain, kata dia, radiasi nuklir juga bisa mendeteksi ukuran dan lokasi kanker dari pasien. Caranya, pasien diberi materi radioaktif dosis rendah. Materi tersebut akan menuju lokasi kanker dan dengan detektor dapat dipetakan letak sel bermasalah pada pasien tersebut.

"Radiasi bisa dari luar dan dalam. Dari dalam tubuh seperti memasukkan materi radioaktif ke tubuh dengan dosis kecil, setelah masuk ke organ tertentu, gambarnya bisa ditangkap detektor dan pesan diubah menjadi gambar, sehingga bisa diketahui secara persis ukuran kankernya, bentuknya seperti apa. Dengan itu, dokter bedah tidak perlu membongkar bagian tubuh pasien terlalu banyak, karena tahu di mana posisi kankernya," katanya.

Pada bidang pangan, Anhar mengatakan teknologi nuklir bisa membuat produk pangan ekspor lebih tahan lama, sehingga meningkatkan nilai ekonominya, tetapi produk tetap memiliki standar aman dikonsumsi.

Baca Juga: Wakapolda Jateng Pastikan Personel Pengamanan Pilkada Sehat

Makanan laut banyak yang memiliki tingkat ketahanan tidak lama dibandingkan jenis makanan lainnya, namun dengan radiasi maka dapat dihilangkan bakterinya sehingga makanan laut atau seafood akan lebih tahan lama.

Penerapan sistem radiasi makanan tersebut sudah banyak dan terbukti diaplikasikan oleh banyak perusahaan makanan di industri pengolahan. Anhar mengatakan peran teknologi nuklir seperti disebut di atas adalah sedikit contoh manfaat bagi aspek pangan dan kesehatan. Masih banyak manfaat lain.

Kepala BATAN mengatakan selama teknologi nuklir diselenggarakan secara seksama, keamanan dan keselamatan dapat terjamin. Ada kekhawatiran masyarakat mengenai dampak negatif nuklir dan radiasinya. Dia tidak menampik fakta itu pernah terjadi tragedi teknologi nuklir di Chernobyl, Rusia dan di Fukushima Daiichi, Jepang.

Baca Juga: Positif Covid-19, Ketua PBNU Titip Pesan Kepada Warga NU

Ia mengatakan kerusakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Fukushima Daiichi yang merupakan teknologi generasi kedua sejatinya sudah diantisipasi dari gempa bumi. Tetapi, teknologi generasi 2 belum mengantisipasi kerusakan fasilitas karena tsunami.

Akan tetapi, kata dia, teknologi keamanan dan keselamatan fasilitas nuklir sudah banyak kemajuan dan tergolong baik. "Korban dari radiasi itu hampir tidak ada, bahkan di Chernobyl juga tidak sebesar yang dikhawatirkan, tapi akibat psikologisnya lumayan," katanya.

Hal nyata juga dirasakan langsung oleh petani milenial asal Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Eksan Hartanto. Ia memahmi langsung bahwa jenis padi legendaris “Rojo Lele” ternyata bisa dibangkitkan kembali bibitnya melalui sistem iradiasi pangan.

Baca Juga: Kapolres Brebes Pimpin Sertijab Kapolsek Banjarharjo dan Salem

Pendiri Sanggar Rojo Lele tersebut mengaku ingin menanam kembali padi jenis Rojo Lele di area persawahan di kampungnya. Namun, benih yang berkualitas sulit di dapat pada awalnya. Berkat adanya penelitian bertahun-tahun dari BATAN, bibit Rojo Lele berkualitas kembali dilahirkan dengan varietas turunan yang lebih bagus.

Tahun ini, Sanggar Rojolele dilirik oleh UPTD Pertanian Kecamatan Delanggu dan Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Klaten untuk bekerja sama dalam uji coba penanaman padi Rojolele varietas baru, Srinar dan Srinuk, yang diluncurkan oleh BATAN pada 2019.

Melibatkan sekitar 15 orang petani untuk menggarap lahan seluas 4 hektar, penanaman kembali padi Rojolele setelah sekian puluh tahun tidak ditanam di Delanggu selaras dengan harapan Sanggar Rojolele, yaitu mengembalikan nostalgia para petani Delanggu sebagai penghasil beras premium Rojolele. Sanggar Rojolele juga bermaksud memanfaatkan momentum ini sebagai pintu masuk program penguatan tani, utamanya pembentukan koperasi dan inovasi pertanian.

Baca Juga: Dalam Munas V, PKS Trget Raih 15 Persen Suara Pada 2024

Semangat petani di daerahnya dalam menanam padi sempat menurun kata Eksan, namun dengan adanya penemuan baru ini, ia menjelaskan ada harapan baru bagi desanya untuk melahirkan kembali icon beras kebanggaan.

Kendala masih dihadapi dalam proses penelitian iradiasi pangan ini, diantaranya adalah Sanggar Rojolele maupun Kelompok Tani Desa Delanggu belum memiliki alat produksi pascapanen mandiri, sehingga ketika hasil panen dijual ke tengkulak atau penebas, hasilnya akan sama saja ketika menanam padi varietas biasa.

Alat-alat yang diperlukan untuk memroses secara mandiri antara lain mesin penggiling gabah, mesin selep padi menjadi beras, mesin pengemasan (kemasan karung atau mesin vakum, alat transportasi angkut hasil panen, dan tempat selepan untuk mengelola hasil produksi.

Baca Juga: Apresiasi Semangat Pengabdian Anggota Korpri di Tengah Pandemi

Selain itu, Sanggar Rojolele dan Kelompok Tani Desa Delanggu belum mendapatkan rekanan kerja yang bersedia membeli beras Rojolele tersebut. Kemudian, Sanggar Rojolele ataupun Kelompok Tani Desa Delanggu belum memiliki izin dagang hasil panennya sendiri.

Apabila hasil penelitian bibit iradiasi tersebut berhasil, maka kemudahan dari penanaman padi akan tercapai. Misalnya masa panen akan lebih singkat, dan hasil padi akan lebih banyak.

Keuntungan petani juga akan lebih melimpah jika hasil panen dapat maksimal, sehingga padi legendaris “Rojo Lele” dapat berjaya kembali sebagai produk unggulan agraris.***

Editor: Lazarus Sandya Wella


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x