Sementara itu Kepala Bapenda Kabupaten Tegal Yosa Afandi mengungkapkan dari 281 desa dan 6 kelurahan di Kabupaten Tegal, 242 desa yang belum diperbaharui peta bidang tanahnya, 44 desa sudah diperbaharui dan satu desa tidak memiliki peta bidang tanah.
“Terkait jumlah data bidang tanah, saat ini Bapenda baru mengantongi data 726.105 bidang tanah. Sangat dimungkinkan di kantor ATR/BPN datanya berbeda atau lebih banyak, apalagi ada dengan adanya program PTSL. Sehingga sinkronisasi data ini sangat kami perlukan untuk mengoptimalkan perolehan PAD,” katanya.
Yosa menambahkan, permasalahan lain yang menjadi kendala di lapangan adalah dokumen kepemilikan tanah letter C yang kondisinya banyak mengalami kerusakan. Dirinya juga menyinggung soal implikasi dari pelaksanaan program PTSL yang belum berdampak signifikan pada penambahan penerima BPHTB, serta ketimpangan antara nilai zona tanah (ZNT) dan nilai jual objek pajak (NJOP).
“Data terakhir kami, nilai NJOP di Bapenda terendah Rp36.000 dan tertinggi Rp6.195.000. Sedangkan nilai ZNT terendah di kantor ATR/BPN Rp39.000 dan tertinggi Rp11.694.396,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal Winarto menyatakan siap mengintegrasikan data bidang tanah miliknya untuk dipakai bersama pemerintah daerah untuk mengoptimalkan perolehan pendapatan pajak daerah.
Baca Juga: Pemdes Kaligayam Talang Nunggak E-Retribusi Sampah Sejak 2021, Total Tagihan Mencapai Rp69 Juta
“Untuk percepatan kami juga berharap ada dukungan anggaran dari Pemkab Tegal untuk pensertipikatan tanah. Karena tujuan kita 100 persen bidang tanah di sini bisa bersertipikat. Saat ini, dari 87.000 hektare tanah alhamdulillah sudah 85 persen yang terdaftar dan terpetakan,” katanya.
Dirinya pun optimis, perolehan pajak PBB-P2 dan BPHTB dari sinkronisasi data kepemilikan bidang tanah ini akan meningkatkan perolehan pendapatan asli daerah, terlebih saat ini sudah ada 26.000 NJOP baru dari pelaksanaan program PTSL 2023 di 60 desa.***