Dolanan Tradisional 'Wayang hingga Gobak Sodor' Dinilai Ganjar Bisa Hindarkan Siswa dari Radikalisme

14 April 2021, 13:47 WIB
Ilustrasi wayang. /pikisuperstar/Freepik/

KABAR TEGAL- Dengan berkembangnya jaman di era digital ini, dolanan tradisional kini mulai ditinggalkan.

Padahal dolanan tradisional dianggap dapat bisa membantu siswa sekolah agar tidak berpaham radikal.

Hal itu disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada sambutannya dalam kegiatan Pemasyarakatan dan Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila, dalam rangka puncak peringatan Hari Kesatuan Gerak PKK Provinsi Jawa Tengah ke 49 tahun 2021, secara daring dan luring, Rabu 14 April 2021.

Baca Juga: Misi Kemanusiaan, Ganjar Kirim Belasan Relawan dan Logistik ke NTT

Dengan melakukan dolanan tradisional, siswa akan mampu mengambil nilai keterbukaan satu sama lain, kepemimpinan, kerja sama (teamwork), dan nilai penting lainnya.

"Paling bagus sebenarnya (mencegah paham radikal) dengan seni dan budaya. Pelajar bisa menari, main ketoprak, wayang, dolanan. Itu mengakrabkan, berhubungan, terbuka, ada teamwork, leadership. Gobak sodor, ada (nilai) leadership," kata Ganjar.

Pada kegiatan yang bertemakan, Penguatan Keluarga untuk Keluarga Berdaya Dalam Mencegah Radikalisme oleh Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Ganjar menekankan pentingnya siswa aktif pada kegiatan seni dan budaya.

Baca Juga: Sediakan Layanan Vaksinasi Malam Saat Ramadhan, Pemprov Jateng: Lansia Jadi Prioritas

Ganjar juga menekankan, pentingnya rasa kemanusiaan terhadap sesama. Misalnya, membantu siswa lainnya yang tengah membutuhkan.

Di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau sejenisnya, biasanya bermunculan ujaran yang melenceng.

Hendaknya, siswa bisa selektif dan bijak dalam menanggapi hal-hal di medsos jika terdapat konten yang menyalahkan kebaikan. 

Baca Juga: Larangan Mudik Lebaran 2021, Dishub Jateng Siapkan 3 Skenario

"Kalau di medsos ada yang serem, kita beri contoh yang baik," sambungnya.

Ganjar menambahkan jika paham radikal semacam itu, biasanya bersliweran di media sosial. Dengan kecenderungan, biasanya dilakukan oleh kelompok tertentu atau sekelompok kecil yang merasa paling benar sendiri.

"Ciri radikal itu fanatik, menganggap diri benar, yang lain salah, intoleran, tidak mau menerima perbedaan dan keyakinan orang lain, revolusioner ingin ada perubahan secara drastis. Tidak jarang ada kekerasan, eklusif atau memisahkan diri," ujarnya.

Baca Juga: Siap-Siap! Nekat Mudik Lebaran 2021 ke Jawa Tengah, Dikarantina Dua Minggu

Dalam kesempatan itu, Ganjar sempat menanyakan beberapa hal kepada siswa se-Jawa Tengah yang hadir secara daring.

Ganjar mengajarkan pada siswa untuk bersikap toleransi terhadap hal-hal yang kaitannya dengan perbedaan seperti suku, agama, golongan di sekitar mereka. 

Salah satu upaya menangkal radikalisme di antaranya dengan langkah preventif.

Baca Juga: Viral! Cerita Dibalik Pemberian Nama Bayi Unik di Brebes, Dinas Komunikasi Informatika Statistik

Langkah preventif yaitu menanamkan jiwa nasionalisme, berpikiran terbuka dan toleran, waspada terhadap provokasi dan hasutan, berjejaring dalam komunitas positif dan perdamaian, dan menjalankan aktivitas keagamaan dengan toleran.

Upaya selanjutnya secara kuratif, yakni memberikan pemahaman tentang bahaya dan dampak radikalisme, memberikan pemahaman tentang ajaran agama yang benar, serta menguatkan nilai-nilai nasionalisme, toleransi dan perdamaian.

"Perdamaian, perdamaian, ada lagunya, lho," celetuk Ganjar dengan nada jenaka.***

Editor: Dwi Prasetyo Asriyanto

Sumber: Sinar Jateng

Tags

Terkini

Terpopuler