Baca Juga: Tak Disangka! Kenangan Mutia Keliling Komplek Bersama Glenn Saat Drop Adalah Momen Terakhir Mereka
“Bahwa agropolitan nusantara itu konsep, iya. Namun di sisi lain, lebih merujuk pada menciptakan produk turunan dari masing-masing komoditas unggulan. Saya setuju, jika kita mulai menerapkan kurikulum di bidang pertanian di beberapa sekolah, madrasah, pesantren sekalipun, setidaknya mengenalkan kepada murid tentang mengolah lahan.” Jawab Warih.
Kemudian, sama-halnya dengan Warih, Bisma sebagai pemateri akhir, juga menjelaskan bahwa Propinsi Jawa Timur memiliki keunggulan dari segi modal produksi (populasi penduduk produktif, mayoritas kalangan santri) sehingga sangat memungkinkan menjadi basis pergerakan dan contoh terbaik (studi terbaik) praktik agropolitan nusantara.
Ia membagikan pandangannya terhadap millennial, bahwa millennial dan santri ini memerlukan waktu dan perhatian lebih untuk mereka bebas berkreasi mengolah lahan.
“Kami dari kalangan millennial dan atau santri, akan memiliki cara lain dalam bertani dibanding generasi sebelumnya. Bagaimana di masa datang, petani kita lebih terbiasa mengandalkan data untuk mengambil keputusan. Mereka akan melihat bisnis sebagai rangkaian siklus atau proses untuk mendewasakan diri sehingga peran mengintegrasikan semua pihak (connecting the dots) sangatlah penting.” Papar Bisma.
Bisma juga menambahkan bahwa gagasan agropolitan nusantara ini sangat siap dilaksanakan di Propinsi Jawa Timur.
“Kami mendorong supaya gagasan ini terealisasi di Jawa Timur, sebagai contoh Situbondo, Banyuwangi dan Blitar sudah siap untuk didorong sebagai destinasi unggulan agropolitan nusantara.” Tutup Bisma.
Baca Juga: Penanganan Terorisme di Indonesia, Fadli Zon: Harus Jadi Evaluasi Bersama