DPRD Jateng Soroti Rendahnya Kinerja Keuangan di Pabrik Es Saripetojo Lebaksiu Kabupaten Tegal

11 Juni 2021, 15:59 WIB
Pabrik Es Saripetojo di Lebaksiu Kabupaten Tegal. /Kabar Tegal/

KABAR TEGAL - Komisi C DPRD Provinsi Jateng menyoroti soal masih rendahnya kinerja keuangan dari Pabrik Es Saripetojo di Lebaksiu Kabupaten Tegal.

Hal itu tampak dari rendahnya laba usaha yang dihasilkan dalam 5 terakhir ini.

Dari kondisi itu, Dewan menilai eksistensi Saripetojo perlu dievaluasi, mengingat masih mengalami kerugian dalam hal penjualan balok es.

Ketika berdiskusi, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng Bambang Haryanto meminta PD. Citra Mandiri Jawa Tengah (CMJT) sebagai pengelola unit usaha pabrik es untuk segera menangani kondisi tersebut karena berdampak pada masih rendahnya laba.

Baca Juga: Wacana Pemerintah Kenakan PPN Jasa Pendidikan, Syaiful Huda: Berpotensi Berikan Dampak Serius

“Kami meyakini CMJT punya kemampuan dalam pengelolaan pabrik es,” kata Politikus PDI Perjuangan itu, Rabu, 9 Juni 2021.

Dalam hal kinerja, Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng Agung Budi Margono menilai CMJT perlu mengkaji ulang bisnis balok es tersebut.

Karena, disamping dari sisi pendapatan kurang menjanjikan, Pabrik Es Saripetojo Tegal kalah bersaing dengan 10 kompetitor yang ada.

Baca Juga: Yayasan Ponpes Al Hikmah Terima Bantuan 100 Sak Semen dari Baznas Kota Tegal

“Dalam hal ini, perlu ada kejelasan wilayah bisnis dan pelayanan masyarakat. Karena, dari strategi bisnis yang dipaparkan pihak manajemen Saripetojo Tegal, belum ada efisiensi yang terlihat tapi justru ekspansi bisnis. Ekspansi itu menarik tapi perlu dipikirkan production cost nya. Jika terlalu tinggi, maka tidak efisien. Perlu kehati-hatian dalam ekspansi karena akan ada kebocoran atau kerugian,” kata Dewan dari PKS itu.

Senada, Anggota Komisi C lainnya, A. Baginda Muhammad Mahfuz, menilai manajemen pabrik es perlu dikaji kembali terkait tingginya ongkos produksi itu. Menurut dia, jika ingin ditingkatkan, efisiensi mutlak dilaksanakan.

“Jika dilihat dari laporan keuangan, kami sangat pesimis. Jadi, satu-satunya alasan kami mempertahankan Saripetojo adalah sektor pendapatan. Jika dilihat dari sisi pelayanan, itu tidak masuk!,” tegas legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu, sembari menambahkan, “bisnis es itu perlu dikaji lagi, perencanaannya dibenahi. Jika terus merugi, ditutup saja!”

Baca Juga: Ganjar Pranowo Apresiasi Peran Satgas Jogo Tonggo Desa Randusari

Sementara, Mustholih, Anggota Komisi C dari Fraksi PKB, menilai langkah ekspansi bisnis masih belum tepat.

“Saya melihat upaya ekspansi itu masih tidak memungkinkan. Yang realistis, bangun pabrik es yang lebih dekat dengan market. Jika ingin fokus pelayanan, juga belum mampu. Yang penting, lebih realistis saja dalam berbisnis,” katanya.

Menjawab hal itu, Direktur Pemasaran CMJT Totok Agus Siswanto mengaku efisiensi sudah dilakukan dengan memperbaiki instalasi produksi. Diakui, faktor managerial di Saripetojo masih lemah. Dari 3 pabrik es, ada 2 yang masih ‘lemah’ karena database (pemasaran) kurang bagus.

Baca Juga: Polemik Sembako dan Jasa Pendidikan Dikenai Pajak 12 Persen, Mobil Baru Malah Diberi Diskon PPnBM

“Kami (CMJT) sudah meminta untuk terus menggenjot pemasaran/ penjualan,” kata Totok.

Dari sisi pelayanan, CMJT juga sudah berusaha untuk melakukan pertukaran es dan ikan dari nelayan yang tidak laku di Kabupaten Rembang. Dari situ, ikan dijadikan tepung untuk pakan ternak.

“Itulah yang kami maksud sebagai pelayanan masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga: Pembelajaran Jarak Jauh, Jeritan Siswa: Kami Harus Sekolah Tatap Muka

Mengenai data kinerja, Manager Saripetojo Lebaksiu Tegal Suyanto memaparkan bahwa saat ini produksi es per hari 61 ton atau lebih rendah dibanding kompetitor. Diakuinya, pada 2020, terjadi penurunan produksi akibat pandemi. Bahkan, hingga sekarang terus mengalami penurunan.

“Segmen pasar kami diantaranya nelayan, konsumsi, pengolahan ikan, pasar, dan agen,” kata Suyanto.

Data kinerja keuangan selama 5 tahun mencatat, angka pendapatan pada 2016 sebesar Rp 3,54 miliar, pada 2017 Rp 3,44 miliar, pada 2018 Rp 3,64 miliar, pada 2019 Rp 3,92 miliar, dan pada 2020 sebesar Rp 3,72 miliar. Untuk harga pokok penjualan (HPP), pada 2016 sebesar Rp 2,87 miliar, pada 2017 Rp 2,82 miliar, pada 2018 Rp 2,92 miliar, pada 2019 Rp 3,11 miliar, dan pada 2020 sebesar Rp 3,20 miliar.

Baca Juga: Teror Nasabah dengan Bunga Tinggi, SWI OJK Blokir 3.193 Pinjol Ilegal

Untuk angka Biaya, tercatat pada 2016 sebesar Rp 553,51 juta, pada 2017 Rp 496,85 juta, pada 2018 Rp 439,82 juta, pada 2019 Rp 530,05 juta, dan pada 2020 sebesar Rp 622,71 juta.

Dari angka diatas, laba rugi yang tercapai pada 2016 sebesar Rp 114,79 juta, pada 2017 Rp 120,35 juta, pada 2018 Rp 291,35 juta, pada 2019 Rp 280,56 juta, dan pada 2020 tercapai sebesar Rp 102,97 juta.***

Editor: Dwi Prasetyo Asriyanto

Tags

Terkini

Terpopuler