Contoh Teks Khutbah Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri 1443 H: Tetap Semangat Ibadah di Bulan Syawal

- 1 Mei 2022, 10:30 WIB
Contoh Teks Khutbah Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri 1443 H: Tetap Semangat Ibadah di Bulan Syawal
Contoh Teks Khutbah Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri 1443 H: Tetap Semangat Ibadah di Bulan Syawal /Unsplash / Dhru J.

KABAR TEGAL - Berikut ini contoh teks khutbah untuk Sholat Idul Fitri yang menginspirasi untuk tetap menjaga semangat ibadah di bulan Syawal.

Teks khutbah berikut ini dijamin bisa menyentuh hati para jamaah dan sangat berkesan pada Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri.

Untuk itu, berikut contoh teks khutbah Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri dengan tema tetap menjaga semangat ibadah di bulan Syawal.

Baca Juga: 18 Ucapan Selamat Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2022 Dalam Bahasa Inggris 'Happy Labour Day' Artinya Penuh Makna

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Saat Ramadhan, kita merasa ringan dalam melakukan amal shalih dan berbagai ibadah karena memang waktunya sangat kondusif. Setan dibelenggu, pahala dilipatgandakan dan begitu banyak orang berbuat kebaikan dan ketaatan.

Keadaan berubah saat Ramadhan telah pergi dan kita memasuki bulan Syawal. Semangat mayoritas orang Muslim banyak yang kendor untuk berbuat taat karena berbagai sebab.

Di antaranya adalah setan kembali leluasa dalam melakukan pekerjaan utamanya, yaitu menghalangi manusia dari jalan Allah dan mengiring mereka agar menjadi penghuni neraka sebagaimana dirinya.

Baca Juga: KUNCI JAWABAN Shopee Tebak Kata Tantangan Harian Minggu 1 Mei 2022 dari Huruf MLAHNAA, Dapat THR Lebaran

Agar kita dapat menjaga spirit ibadah di bulan Syawal ini, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:

1. Membangun kesadaran

Saat memasuki bulan Syawal, kebanyakan orang memang cenderung melemah semangatnya untuk melakukan ketaatan, khususnya yang berbentuk ibadah mahdhah. Hal ini bisa dilihat dari volume jumlah orang yang hadir ke masjid untuk shalat lima waktu tidak sebagaimana saat di bulan Ramadhan.

Hanya sebagian kecil masyarakat saja yang tetap memiliki kesadaran tinggi untuk senantiasa memelihara spirit beribadah di bulan Ramadhan agar tetap bertahan di bulan-bulan berikutnya.

Karenanya, perlu membangun kesadaran diri sendiri semenjak di bulan Syawal ini karena merupakan titik permulaan dari perjalanan 11 bulan ke depan.

Baca Juga: Doa dan Niat Mandi Besar atau Mandi Wajib Sebelum Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri Lengkap dengan Tata Cara

2. Menyadari bahwa ketaatan yang kontinyu adalah indikator diterimanya sebuah amal

Amalan ketaatan yang berkelanjutan itu sebenarnya merupakan indikasi atas diterimanya ketaatan tersebut oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Lail: 5-7,

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.

Saat menerangkan ayat ke 7 yaitu فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ (maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah), Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menukil pendapat sebagian ulama salaf yang menyatakan,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

”Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan setelah itu. Dan di antara balasan (jaza’) keburukan adalah keburukan setelah itu.”

Berdasarkan hal ini, bila seseorang melaksanakan kebaikan berupa puasa sunnah setelah dia melaksanakan kebaikan berupa puasa wajib di bulan Ramadhan, maka ini merupakan salah satu indikasi diterimanya amal shaleh tersebut.

Inilah yang menjadi pendapat dari Imam Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah. Beliau berkata,

أَنَّ مُعَاوَدَةَ الصِّيَامِ بَعْدَ صِيَامِ رَمَضَانَ عَلَامَةٌ عَلَى قَبُوْلِ صَوْمِ رَمَضَانانَ فَإِنَّ اللهَ إَذَا تَقَبَّلَ عَمَلَ عَبْدٍ وَفَّقَهُ لِععَمَلٍ صَالِحٍ بَعْدَهُ كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ : ثَوَابُ اْلحَسَنَةِ اْلحَسَنَةُ بَعْدَهَا فَمَنْ عَمِلَ حَسَنَةً ثُمَّ اتَّبَعَهَا بَعْدَ بِحَسَنَةٍ كَانَ ذَلِكَ عَلَامَةً عَلَى قَبُوْلِ اْلحَسَنَةِ اْلأُوْلَى كَمَا أَنَّ مَنْ عَمِلَ حَسَنَةً ثُمَّ اتَّبَعَهَا بِسَيِّئَةٍ كَانَ ذَلِكَ عَلَامَةَ رَدِّ اْلحَسَنَةِ وَ عَدَمِ قَبُوْلِهَا

“Sesungguhnya melakukan puasa kembali setelah puasa Ramadhan merupakan sebuah tanda bagi diterimanya puasa Ramadhan. Sesungguhnya Allah itu bila menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik kepadanya untuk melakukan amal shalih setelah itu.

Hal ini sebagaimana sebagian ulama katakan, ‘Balasan dari suatu kebaikan adalah kebaikan setelah kebaikan tadi.’ Maka, siapa saja yang melakukan suatu kebaikan kemudian setelah itu diikuti dengan kebaikan lagi, maka itu tanda bagi diterimanya amal yang pertama.

Demikian pula, orang yang melakukan kebaikan kemudian setelah itu diikuti dengan keburukan, maka itu tanda kebaikan tersebut ditolak dan tidak diterima.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 388).

Persoalan ini kemungkinan besar belum dipahami oleh mayoritas kaum Muslimin. Akibatnya, sebagian besar dari kaum Muslimin kurang peka terhadap kondisi dirinya sendiri. Jarang mengevaluasi dirinya paska melakukan sebuah ketaatan apakah semakin baik atau justru semakin buruk.

Bila grafik kebaikan seseorang cenderung meningkat dari waktu ke waktu maka ini indikasi banyak kebaikannya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca Juga: Jelang Lebaran Kambing Mandul Jadi Incaran Tengkulak, Harga Naik Hingga 20 Persen

3. Meluruskan niat (kembali)

Bila saat bulan Ramadhan seseorang rajin ke masjid shalat lima waktu namun setelah Ramadhan sama sekali tidak pernah ke masjid kecuali untuk shalat Jumat, maka ini perlu dievaluasi, apakah ada niatan yang salah selama melaksanakan shalat di masjid di bulan Ramadhan?

Sebab, niat yang salah, yaitu bukan untuk mencari ridha Allah, merupakan salah satu sebab ditolaknya amal shalih. Bila seseorang ke masjid saat bulan Ramadhan bukan untuk meraih ridha Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, berarti ada niatan lainnya.

Kesalahan niat adalah persoalan serius karena ini terkait tujuan ibadah. Bila kemudian Allah tidak memberinya taufik untuk terus melaksanakan shalat 5 waktu di masjid di luar bulan Ramadhan maka itu bisa dimaklumi.

Demikian pula dengan kebaikan lain berupa puasa sunnah di bulan Syawal dan bulan-bulan lainnya. Bila seseorang sama sekali tidak pernah melaksanakan satu pun jenis puasa sunnah di luar bulan Ramadhan, maka dikhawatirkan ini merupakan indikasi puasa Ramadhan yang dilakukannya tidak diterima oleh Allah walaupun kewajibannya sudah tertunaikan.

Artinya, kepayahannya selama bulan Ramadhan bisa jadi tidak mendapatkan balasan apa pun di akhirat nanti. Ini jelas kerugian besar. Sudah berpayah-payah namun tidak mendapatkan apa pun.

Untuk itulah, penting bagi setiap muslim untuk senantiasa memelihara spirit beribadah setelah bulan Ramadhan.

4. Bergaul dengan orang yang istiqamah dalam ketaatan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga spirit ibadah adalah dengan senantiasa bergaul dengan orang-orang yang stabil dalam melakukan ketaatan dan kebaikan serta bertaqarrub kepada Allah di sepanjang waktunya, bukan hanya di bulan Ramadhan.

Orang-orang yang stabil dalam menjaga kontinyuitas ibadah dan ketaatannya biasanya sudah memiliki kemampuan untuk menyemangati diri sendiri. Dia tidak memerlukan dorongan dari luar. Inner spirit sudah mengakar kuat dalam dirinya.

Baca Juga: 14 Link Twibbon Hari Buruh 2022, Pasang Foto dengan Bingkai Gratis untuk Status di Media Sosial

5. Banyak mengingat kematian

Sering mengingat kematian merupakan sunnah yang terlupakan. Padahal sunnah dzikrul maut ini sangat besar pengaruhnya dalam menjaga stabilitas semangat beribadah seorang muslim. Selain itu, masih ada kebaikan lain yang akan didapatkan.

Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Rasulullah ﷺ bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

”Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” [Hadits riwayat Ibnu Majah, no. 4.258; At-Tirmidzi; An-Nasai; Ahmad].

Imam Abu Ali Ad-Daqaq rahimahullah, wafat pada tahun 405 H, mengatakan, ”Siapa yang banyak mengingat kematian niscaya ia akan dimuliakan dengan 3 hal:

Bersegera untuk bertaubat.
Hati menjadi qana’ah.
Giat dalam beribadah
Dan siapa saja yang melupakan kematian niscaya ia akan dihukum dengan 3 hal:

Suka menunda taubat.
Hati tidak bisa bersikap qana’ah.
Malas beribadah. (At Tadzkirah, Al-Qurthubi : 4)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Demikianlah contoh teks naskah Khutbah Sholat Ied di Hari Raya Idul Fitri 1443 H.***

Editor: Lazarus Sandya Wella


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x