Dinilai 'Sekarat', Harris Turino Minta Bulog Diselamatkan Demi Kepentingan Petani dan Rakyat Kecil

- 7 April 2022, 07:22 WIB
Anggota DPR Harris Turino saat Kunjungan Kerja (Kunker) Spesifik ke Kawasan Pergudangan Bulog di Gedebage Bandung Jawa Barat
Anggota DPR Harris Turino saat Kunjungan Kerja (Kunker) Spesifik ke Kawasan Pergudangan Bulog di Gedebage Bandung Jawa Barat /Kabar Tegal / Sandy /

KABAR TEGAL - Dalam Kunjungan Kerja (Kunker) Spesifik ke Kawasan Pergudangan Bulog di Gedebage Bandung Jawa Barat, Anggota Komisi VI DPR RI, Dr. Ir. Harris Turino, SH., MSi., MM., menilai Perum Bulog sebagai salah satu perusahaan plat merah kini tak lagi sehat. Bahkan politisi PDI Perjuangan ini menyebut Perum Bulog sudah dalam kondisi sekarat. 

Dijelaskan Harris, lembaga yang didirikan pada tanggal 10 Mei 1967 ini seharusnya mampu berfungsi sebagai stabilisator dan penyangga ketahanan pangan nasional. Namun faktanya, kewenangan Bulog semakin dikebiri, melalui Keppres No. 19 tahun 1998 Bulog hanya menangani komoditas beras. Fungsi dan kewenangannya saat ini diatur dengan Keppres No. 103 tahun 2001 pada pasal 40 dan pasal 41.

Beberapa persoalan utama yang dihadapi Bulog, dikatakan Harris mulai dari kesulitan Bulog untuk menyerap beras dari petani karena kalah bersaing dengan pemain swasta, hingga ketersediaan stok beras di Bulog dalam jumlah besar yang tak lagi berkualitas baik. Berikut beberapa permasalahan lainnya yang dikemukakan oleh Harris:

  1. Kapasitas gudang Bulog seluruh Indonesia adalah sebesar 4 juta ton beras, atau setara dengan kira-kira 10-12% kebutuhan beras nasional. Tetapi posisi stok beras Bulog saat ini hanya 800.000 ton.
  2. Ketidak-mampuann Bulog menyerap beras dari petani karena dibatasi oleh Permendag No. 24 tahun 2020 yang mengatur bahwa harga beli maksimal gabah kering dengan kadar air maksimal 25% adalah sebesar Rp 4.200,- per kg atau setara dengan harga beli beras dengan kadar air paling tinggi 14% adalah sebesar Rp. 8.300,- per kg. Dengan biaya produksi padi oleh petani yang sudah mengalami kenaikan akibat kenaikan harga pupuk dan pestisida, seharusnya harga yang wajar ada di kisaran Rp 9.700,- per kg. Akibatnya tidak ada petani yang bersedia menjual kepada Bulog dan Bulog kalah bersaing dengan pemain-pemain swasta. Jadi peran Bulog sebagai stabilisator harga untuk mensejahterakan petani tidak bisa berjalan.
  3. Usia stok beras di gudang Bulog yang sebesar 800.000 ton sebagian ada yang lebih dari 2 tahun. Akibatnya kualitas beras mengalami penurunan drastis dan perlu biaya tambahan agar tetap layak dikonsumsi.
  4. Beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dipegang Bulog ini hanya bisa dikeluarkan melalui 3 kebijakan, yaitu Operasi Pasar oleh Kemendag, Bantuan Sosial oleh Kemensos dan Golongan Anggaran untuk konsumsi TNI/Polri/PNS. Dengan dihapuskannya BLNT Kemensos dan banyak pembelian beras untuk keperluan TNI/Polri/PNS yang tidak bersumber dari CBP yang dipegang Bulog, maka posisi stok Bulog tidak lancar. Jika dibiarkan maka ini mengandung potensi kerugian yang luar biasa, yaitu sekitar Rp 8 triliun.

Baca Juga: BLT Minyak Goreng Rp300 Ribu, Solusi yang Tidak Adil Bagi Masyarakat?

Sementara itu, Corporate Secretary Bulog Awaludin Iqbal, dikatakan Harris mengapresiasi temuan dan kajian yang telah dipaparkan oleh Komisi VI sebagai langkah solutif mengembalikan Bulog sesuai dengan fungsi dan perannya. 

"Bulog perlu diselamatkan, bukan semata menyelamatkan sebuah BUMN, tetapi menyelamatkan petani dan rakyat kecil," tegas Harris. 

Harris menambahkan, Komisi VI akan mengambil beberapa langkah dan dukungan politis terkait penyelamatan Bulog ini, diantaranya mendorong pengembalian fungsi dan kewenangan Bulog sebagai penyangga dan stabilisator bahan pangan strategis nasional. 

"Sebagai langkah jangka pendek, mendorong pemerintah untuk menggunakan CBP yang dimiliki Bulog untuk TNI/Polri/PNS dengan jaminan bahwa mutu beras Bulog harus setara dengan mutu beras yang ada di pasar," ujarnya. 

Baca Juga: Kapolri Bentuk Satgas Awasi Produksi dan Distribusi Selama 24 Jam: Pastikan Stok Minyak Curah Tersedia

Terkait Badan Pangan Nasional atau NFA (National Food Agency) yang baru saja terbentuk, legislator asal Dapil Jateng IX ini juga meminta pemerintah memperjelas fungsi dan peran NFA tersebut, agar tidak timbul dualisme lembaga yang hanya memboroskan keuangan negara.***

Editor: Lazarus Sandya Wella


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x