Akibat Disrupsi Digital, Ketua PWI Minta Pemerintah Terbitkan Relasi Antara Platform dan Pers 

- 12 Februari 2021, 13:58 WIB
ilustrasi platform agregator
ilustrasi platform agregator /Pexels/Luca Sammarco

KABAR TEGAL - Situasi pandemi membuat orang lebih banyak tinggal di rumah, ada yang work from home (WFH) atau sekolah online. Yang harus bekerja keluar rumah pun setelah pulang umumnya segan ke mana-mana. Mereka menonton televisi, buka laptop, atau asyik bermain dengan layar gadget masing-masing.

Konsumsi berita pun meningkat setelah Covid-19 merebak dan mobilitas orang menyusut. Penonton program berita  di layar TV, menurut  lembaga survey AC Nielsen, meningkat 25 persen per Maret 2020. Begitu halnya dengan program-program hiburan, pendidikan, dan rohani. Secara umum, diperkirakan penonton TV meningkat 50 persen sepanjang 2020.

Bisnis televisi masih cukup kokoh. Bukan hanya jumlahnya yang meningkat, durasi pemirsa  menonton TV pun semakin panjang. Hary Tanoesoedibjo, Founder dan sekaligus Executive Chaiman MNC Group, dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) menyebutkan, secara rata-rata durasi menonton TV itu meningkat 12 persen dan mencapai 5 jam 46 menit per hari.

Baca Juga: Yuk, Kenali Apa Itu Terapi Plasma Konvalesen dan Manfaatnya Untuk Pasien Covid-19

Kenaikan konsumsi berita online, menurut Hary Tanoe, juga terdongkrak 40 persen selama pandemi. Banyak yang mengakses langsung ke akun media pers, namun tak kurang juga yang mengakses melalui agregator,semacam Yahoo dan Google, atau mengunduhnya lewat platform media sosial. 

Tak berarti bisnis pers berkibar-kibar. Di tengah lonjakan minat audience itu, penerimaan iklan media justru terpuruk akibat pandemi yang memukul sektor industri, perdagangan, pariwisata, konstruksi, properti, dan banyak sektor bisnis lainnya. “Belanja iklan nasional turun drastis antara 30--40 persen,” kata Hary Tanoe, Senin, 8 Februari 2021.   

Fakta-fakta itu disampaikan Harry Tanoe dalam acara Konvensi Media Massa, yang digelar secara virtual sebagai satu acara dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2021. Pandemi Covid-19 ini jelas memukul seluruh bisnis media dan pers, tentu dengan keparahan yang berbeda.

Baca Juga: Pesan Mensos Usai Kunjungi Pekalongan: Korban Banjir Jangan Sampai Terlantar

Volume kue iklan itu sendiri, pada 2019 nilainya Rp168 triliun (gross), mengacu price list resmi yang pada prakteknya sering didiskon 25--35 persen, pada 2019. Namun, angka itu masih sangat  besar. Dari jumlah itu,78 persen masuk ke iklan TV, 12 persen diserap oleh media online, dan selebihnya untuk media cetak, radio,dan media luar ruangan (outdoor).

Situasi sontak berubah di 2020. Industri televisi, menurut Hary Tanoe, masih menangguk yang terbesar 72 persen. Media online menyedot 20 persen dan selebihnya untuk media cetak, radio, dan outdoor. Bagi media cetak situasi ini tentu seperti pukulan bertubi-tubi, yakni karena pembacanya menyusut, kue iklan nasional mengecil, dan porsi untuk media cetak pun menciut. Tak heran bila sejumlah media cetak hijrah total ke online.

Halaman:

Editor: Lazarus Sandya Wella


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x