Belanja Kelautan dan Perikanan Rendah dan Tidak Berkualitas

- 7 Desember 2020, 18:49 WIB
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan /

 

KABAR TEGAL - Masa pandemi telah memukul sektor ekonomi. BPS merilis angka penambahan jumlah angka pengangguran sebesar 2,67 juta orang pada bulan Agustus 2020 sehingga sampai saat ini total pengngguran di Indonesia mencapai 9,77 orang. Kelautan dan Perikanan sebagai sektor ekonomi seharusnya ikut berkontribusi pada upaya mengatasi krisis, menekan dan mengatasi angka pengangguran. Namun sejauh ini, intervensi program Kementerian Kelautan dan Perikanan kurang menyasar pada penciptaan lapangan kerja.

Padahal sektor kelautan dan perikanan berpeluang untuk menjadi buffer ekonomi masyarakat terutama di pedesaan.

Baca Juga: Protokol Kesehatan Kecamatan Margasari Gelar Operasi Gabungan

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa KKP gagal dan tidak mengantisipasi pandemi yang berkepanjangan dan berdampak pada sektor kelautan dan perikanan. Indiktornya terlihat dari program dan belanja yang tidak berkualitas dan tidak fokus pada upaya hadapi krisis.

“Belanja untuk kegiatan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan teralokasi Rp 1.7 triliun tapi hanya mampu terserap sebanyak 38,65% atau sekitar Rp 688,8 miliar” kata Abdi.

Rendahnya belanja ini menyebabkan sektor kelautan dan perikanan bergerak lambat dan masyarakat nelayan, pembudidaya dan pelaku usaha tertekan menghadapi dampak COVID-19 pada usaha yang mereka lakukan.

Yang paling ironis adalah belanja KKP tidak ada yang menyasar pada penciptaan dan perluasan lapangan kerja terutama pada masyarakat pesisir.

“Mestinya KKP mendesain program padat karya desa pesisir untuk serap tenaga kerja di bidang budidaya, penangkapan, pengolahan dan UKM perikanan seperti pembukaan tambak, pendirian usaha koperasi produksi dan pembuatan kapal ukuran kecil” kata Abdi.

Melihat potensi bidang usaha dan lapangan kerja pada sektor kelautan dan perikanan, pemerintah seharusnya bisa menggejot penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 juta orang

Sementara itu peneliti DFW-Indonesia, Subhan Usman menyoroti peran dan keberadaan Penasehat Menteri dan Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan yang tidak efetif dan perlu segera dibubarkan. “Keberadaannya tidak efektif, memperpanjang birokrasi dan menciptakan banyak bos dalam kelembagaan KKP” kata Subhan.

Kedua tim tersebut gagal menjalankan perannya untuk menghasilkan nasehat dan early warning system kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta buruknya kualitas kebijakan yang dihasilkan oleh Menteri Keluatan dan Perikanan sampai akhirnya terjerat korupsi. Tim yang dibentuk pada Januari 2020 dan berjumlah 22 orang tersebut juga dinilai membebani APBN KKP. “Kami melihat tidak ada output dan rekomendasi strategis yang bermanfaat dan dipergunakan oleh Menteri dalam pengambilan keputusan dan berdampak positf bagi stakeholder kelautan dan perikanan” kata Subhan.

Selain membubarkan ke-2 tim tersebut, Presiden perlu segera melakukan rekruitmen pejabat eselon 1 yang masih kosong di KKP. Kinerja KKP tidak akan membaik jika beberapa pejabat utama masih berstatus sementara. “Sekretaris Jenderal, Dirjen Perikanan Tangkap dan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut mesti segera diisi oleh pejabat definitif agar dapat melakukan konsolidasi program tahun anggaran 2021 nanti” kata Subhan.***

 

Editor: Dasuki Raswadi


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x