Biasanya, ritual puncak acara Dieng Culture Festival (DCF) itu berlangsung di Komplek Candi Arjuna, dan disaksikan ribuan pengunjung. Namun, karena pandemi Covid-19, acara harus berpindah ke Rumah Budaya Dieng dan hanya disaksikan oleh tamu undangan terbatas. Untuk masyarakat umum bisa menyaksikan melalui live streaming YouTube, Instagram, serta Facebook.

Siang itu, awan di atas langit di sekitar Komplek Candi Dieng berjalan dan berhenti tepat di lokasi acara pencukuran rambut gimbal (gembel) di Rumah Budaya Dieng, Kabupaten Banjarnegara. Suasana panas pun tiba-tiba menjadi teduh.

Tiga anak berambut gimbal atau biasa disebut bajang dipanggil satu per satu menuju tempat pencukuran. Paling pertama yang memulai mencukur rambut anak adalah sesepuh adat yakni Mbah Sumanto. Selanjutnya dilakukan pejabat setempat.

Rambut yang telah dipotong, dimasukkan ke dalam gentong, untuk selanjutnya rambut dilarung ke Telaga Warna. Prosesi larung rambut gimbal merupakan bagian paling akhir ritual pemotongan rambut gimbal.

Kebetulan ketiga anak semuanya perempuan. Masing-masing anak memiliki keinginan yang harus dipenuhi orang tuanya sebagai syarat ritual potong rambut. Salah satunya, Atika Nur Laila (7), anak Suprapto dan Ariyati. Warga Biwongso, Kalikajar, Wonosobo itu meminta buntil dan bakso sebagai syarat potong rambutnya.

Foto : Jatengprov.go.id
Foto : Jatengprov.go.id

Permintaan itu termasuk unik ketimbang dua anak lainnya. Yakni Reli Juliyanti (9) meminta handphone dan Dea Maulana Safira (6) meminta kalung dan tablet.

“Saya juga tidak tahu mengapa mintanya buntil sama bakso,” ujar Ariyati, orang tua Atika.

Ia menceritakan, kemunculan rambut gimbal saat anaknya berusia dua tahun. Awalnya, Atika mengalami demam tinggi dan sempat dibawa ke puskesmas. Namun, pagi harinya tiba-tiba pulih dan muncul rambut gimbal.

“Tiap sebulan sekali anak saya demam, biasanya malam hari. Keesokan harinya sudah sembuh tapi muncul gimbal baru,” paparnya.